Kamis, 21 November 2024

BATUK REJAN (PERTUSIS): PENYEBAB, GEJALA, & CARA MENGOBATINYA

 

Pasien Batuk Rejan
Penyakit batuk rejan atau batuk seratus hari atau pertusis (bahasa Inggris: whooping caugh), adalah salah satu penyakit menular. Di dunia, konon telah terjadi sekitar 30-50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun, dan 90% kasus ini terjadi di negara berkembang. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang batuk rejan, mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini.

Apa itu Batuk Rejan (Pertusis)?


Pertusis, whooping caugh, atau batuk rejan adalah penyakit pada saluran pernapasan dan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa mengancam nyawa. Khususnya bila terjadi pada bayi dan anak-anak.

Batuk rejan bisa dikenali dengan rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Biasanya, batuk ini sering diawali dengan bunyi tarikan napas panjang melengking khas yang terdengar mirip “whoop”. Penyakit ini dapat meneyebabkan penderita sulit napas.

Batuk rejan adalah penyakit yang berbeda dengan tuberkulosis (TBC). Selain disebabkan oleh jenis bakteri yang berbeda, tuberkulosis biasanya akan menyebabkan batuk yang lebih dari dua minggu, keringat di malam hari, penurunan berat badan yang signifikan, dan bisa disertai dengan batuk darah. Sementara, batuk rejan tidak demikian.

Apa Penyebab Batuk Rejan?


Bakteri Bordetella pertussis yang menyebar melalui udara merupakan salah satu penyebab batuk rejan. Bakteri ini masuk dan kemudian menyerang saluran napas, seperti hidung, mulut, dan tenggorokan yang kemudian melepaskan racun. Penyebaran penyakit ini akan berlangsung 3 minggu setelah batuk dimulai. Biasanya, bakteri menular melalui percikan air liur (droplet) batuk dari pasien yang terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yang tidak mempunyai kekebalan tubuh.

Bakteri Bordetella Pertussis













Racun yang dilepaskan oleh bakteri tersebut akan menyebabkan pembengkakan saluran pernapasan. Saluran napas yang membengkak dapat membuat penderita harus menarik napas dengan kuat melalui mulut karena sulitnya bernapas. Bakteri yang memasuki lapisan saluran udara akan berkembang dan menghasilkan lendir. Ketika lendir menumpuk, tubuh berusaha mengeluarkannya melalui batuk yang terus-menerus.

Apa Gejala Batuk Rejan? 


Gejala batuk rejan dapat muncul antara 7 hingga 21 hari setelah bakteri Bordetella pertussis masuk ke dalam saluran pernapasan. Gejala batuk rejan ini secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
  1. Tahap Awal (Fase Kataralis): Pada tahap ini, gejala yang muncul masih termasuk ringan, seperti bersin-bersin, hidung berair dan tersumbat, mata berair, radang tenggorokan, batuk ringan, hingga demam. Tahap ini bisa berlangsung hingga 2 minggu, dan di tahap inilah, pengidap batuk rejan berisiko menularkan virusnya ke orang-orang di sekelilingnya.
  2. Tahap Lanjut (Fase Paroksimal): Tahap ini ditandai dengan meredanya semua gejala flu, tetapi batuk justru bertambah parah dan tidak terkontrol. Di tahap ini, terjadi batuk keras terus menerus yang diawali tarikan napas panjang lewat mulut. Setelah serangan batuk, bayi dan anak-anak yang mengalami batuk rejan dapat mengalami muntah serta tubuh mengalami kelelahan. Tahap ini bisa berlangsung sekitar 2 hingga 4 minggu atau lebih.
  3. Tahap Pemulihan (Fase Konvalesen): Pada tahap ini, tubuh penderita boleh jadi mulai membaik. Namun, gejala batuk rejan tetap ada, bahkan bisa jadi batuk menjadi lebih keras daripada biasanya. Tahap pemulihan ini bisa bertahan hingga 2 bulan atau lebih, tergantung dari pengobatan.

 

Apa Faktor Risiko Batuk Rejan? 


Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya 
pertusis adalah sebagai berikut.
  • Berusia di bawah 1 tahun atau di atas 65 tahun
  • Belum menjalani vaksinasi pertusis (DPT)
  • Memiliki riwayat asma
  • Tinggal atau mengunjungi daerah dengan wabah pertusis
  • Obesitas
  • Sedang hamil
  • Melakukan kontak dengan penderita pertusis

 

Apa Komplikasi Batuk Rejan?


Batuk rejan tidak hanya mengganggu sistem pernapasan pada penderitanya, tetapi juga dapat menimbulkan komplikasi, diantaranya:
  • Kejang: Batuk rejan dapat mengganggu jalan napas sehingga otak kekurangan oksigen dan berakhir dengan kejang.
  • Pneumonia pada paru: Mengingat batuk rejan adalah penyakit pada saluran napas, maka 10% penderitanya mengalami pneumonia. Untuk memastikan hal ini, diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan rontgen toraks guna melihat kondisi paru-paru.
  • Tekanan intratekal pada tubuh: Tekanan yang meningkat saat batuk rejan akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut sehingga beberapa organ dapat keluar dari kantong pembungkusnya, seperti hernia.
  • Patah tulang rusuk: Batuk yang terus-menerus bisa menyebabkan cedera fisik, termasuk patah tulang rusuk pada orang dewasa.


Bagaimana Mengobati Batuk Rejan?


Penderita batuk rejan hendaknya tidak sembarangan mengonsumsi obat batuk rejan yang dijual bebas di pasaran. Mengapa? Sebab, obat yang dijual di pasaran belum tentu bisa meredakan gejala batuk rejan dengan baik. Oleh karenanya, penting bagi penderita batuk rejan berkonsultasi dan berobat secara langsung pada dokter.

 
Penting diketahui, ada perbedaan penanganan terhadap pasien bayi dan anak-anak dengan pasien usia remaja dan dewasa. Bayi dan anak yang mengalami batuk rejan biasanya akan di tempatkan di ruang isolasi untuk menghindari penyebaran infeksi. Sementara, pada pengidap remaja dan dewasa, batuk rejan biasanya dapat ditangani di rumah dengan mengonsumsi antibiotik yang diberikan dokter.
 
Pengobatan utama yang diberikan pada penderita batuk rejan (bayi dan anak-anak) ialah antibiotik untuk melawan bakteri penyebab infeksi. Pemberian obat akan dilakukan dokter untuk mengatasi peradangan pada saluran napas. Obat tersebut dapat diberikan melalui infus atau langsung. Sungkup oksigen juga dapat diberikan untuk membantu pernapasan.
 
Bayi dan anak-anak dengan batuk rejan yang cukup parah biasanya berisiko mengalami kerusakan paru-paru. Oleh karena itu, penanganan klinis di rumah sakit akan berkonsentrasi pada pemakaian alat bantu pernapasan (ventilasi) dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah mereka dengan obat-obatan.

Sementara itu, beberapa langkah perawatan yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah untuk membantu memaksimalkan pengobatan batuk rejan adalah:
  • Mencukupi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi.
  • Istirahat yang cukup.
  • Menyesuaikan porsi makan, seperti makan dengan porsi lebih kecil namun sering.
  • Cuci tangan secara rutin.
  • Menutup mulut dan hidung atau menggunakan masker saat batuk atau bersin.
  • Menggunakan humidifier agar kebersihan udara tetap terjaga.


Bagaimana Mencegah Batuk Rejan?


Penting Anda ketahui, cara terbaik untuk mencegah batuk rejan ialah dengan mendapatkan vaksinasi pertusis. Biasanya, vaksin ini diberikan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, polio (vaksin DPT) dan Hib. 

Ibu hamil ternyata perlu juga mendapatkan vaksinasi pertusis. Mendapatkan vaksinasi pertusis saat hamil niscaya membantu melindungi bayi terserang batuk rejan pada minggu-minggu awal usai kelahiran. Vaksinasi pertusis akan ditawarkan pada semua wanita hamil saat usia kehamilan mereka antara 28-38 minggu.

 
Selain pada ibu hamil dan bayi, vaksinasi pertusis tambahan (booster) harusnya diberikan karena fungsi perlindungannya cenderung melemah. Vaksinasi tambahan ini bisa diberikan ketika kekebalan vaksin pertusis melemah, mulai saat seseorang berusia 11 tahun. Maka, usia tersebut menjadi waktu yang tepat untuk mendapatkan booster vaksinasi pertusis.


Beberapa jenis vaksin tetanus dan difteri yang diberikan secara berkala setiap 10 tahun sekali juga memiliki fungsi untuk melindungi dari batuk rejan. Vaksin jenis ini juga mengurangi risiko untuk menularkan batuk rejan kepada bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar