Kamis, 21 November 2024

Cara Efektif Mencegah Penyakit Ginjal: Tips yang Wajib Diketahui


#Ginjal#Kandung Kemih#Penyakit




Penyakit ginjal adalah kondisi medis yang serius dan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, bahkan menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani dengan baik. Penyakit ginjal termasuk salah satu the silent killer (pembunuh diam-diam), sehingga tidak sedikit orang yang memiliki ciri-ciri penyakit ginjal selalu mengabaikan dan dianggap sebagai penyakit biasa. Penyakit ginjal dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan latar belakang ekonomi.

Cara Mencegah Penyakit Ginjal


Ginjal memiliki peran yang penting bagi tubuh manusia, yaitu menyaring darah, mengeluarkan sisa-sisa produk dari tubuh, menyeimbangkan cairan tubuh, memproduksi sel darah merah, dan mengatur tekanan darah. Oleh karena itu, menjaga kesehatan ginjal sangat penting untuk mencegah berbagai komplikasi yang dapat timbul akibat gangguan ginjal. Berikut adalah beberapa cara yang dapat membantu menjaga kesehatan ginjal.

  1. Menjaga Pola Makan Sehat: Makanan yang kita konsumsi sangat mempengaruhi kesehatan ginjal. Makanan tinggi garam, lemak, dan gula dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko hipertensi serta diabetes, dua faktor utama yang menyebabkan penyakit ginjal.
  2. Memperbanyak Minum Air Putih: Perbanyaklah minum air putih, karena air putih sangat efektif untuk menjaga kesehatan ginjal. Dalam sehari, konsumsi air putih yang dianjurkan minimal adalah 8 gelas atau sekitar 2 liter sehari.
  3. Olahraga: Lakukan olahraga secara rutin dan teratur. Olahraga yang teratur dan tidak terlalu berat akan lebih berdampak positif bagi tubuh dibandingkan dengan olahraga berat namun tidak teratur. Misalnya, Anda bisa melakukan jalan santai setiap pagi atau bersepeda 1-2 jam setiap minggu.
  4. Mengontrol Tekanan Darah: Tekanan darah tinggi adalah penyebab utama penyakit ginjal. Jika tidak dikendalikan, hipertensi dapat merusak pembuluh darah kecil di ginjal, sehingga mengganggu proses penyaringan darah.
  5. Berhenti Merokok: Dilihat dari sudut pandang mana pun, merokok akan selalu merugikan tubuh manusia. Sebab, rokok dengan kandungan nikotinnya, dalam jangka waktu lama, akan merusak organ-organ penting tubuh, baik paru-paru, kulit, jantung, maupun ginjal.
  6. Hindari Minum Alkohol Berlebihan: Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi dan kerusakan ginjal.
  7. Hindari Penggunaan Obat-Obatan Secara Berlebihan: Gunakan obat-obatan sesuai dengan resep dokter dan hindari mengonsumsi obat-obatan tanpa petunjuk medis yang dapat membahayakan ginjal.
  8. Tidak Menahan Air Kencing: Hindari kebiasaan menahan kencing. Sebab, kebiasaan menahan kencing ini bisa memicu timbulnya gagal ginjal.
  9. Tidak Duduk Terlalu Lama: Apabila bekerja dengan posisi duduk, imbangi dengan gerakan relaksasi dengan cara berdiri atau berjalan-jalan, jika tidak memungkinkan, minumlah air putih sebanyak mungkin.
  10. Rutin Memeriksakan Kesehatan Ginjal: Pemeriksaan ginjal secara berkala dapat membantu mendeteksi masalah ginjal sejak dini, terutama jika Anda memiliki faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, atau riwayat keluarga dengan penyakit ginjal.

MUMPS (GONDONGAN): KENALI PENYEBAB, GEJALA, & PENGOBATANNYA





Apa itu Mumps?



Mumps atau parotitis atau yang dikenal dengan nama gondongan adalah penyakit menular akibat infeksi oleh virus. Penyakit ini biasanya menyerang kelenjar air liur (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.

Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau epidemik. Mumps bisa terjadi pada siapa saja, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama yang belum mendapatkan vaksinasi. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara, dan organ-organ lainnya.


Penyebab Mumps


Mumps disebabkan oleh infeksi virus Paramyxovirus. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh manusia kemudian akan menetap, berkembang biak, menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada kelenjar parotis.


Gejala Mumps


Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa tunas penyakit gondongan sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut.

  • Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondongan mengalami gejala: demam (suhu badan 38,5-40ÂșC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
  • Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
  • Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur-angsur mengempis.
  • Kadang-kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balig terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran virus melalui aliran darah.


Penularan Mumps


Mumps dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan air liur (droplet), bahan muntah, dan mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari ke-1 sampai hari ke-14 setelah terjadi pembesaran kelenjar. 

Setelah virus memasuki tubuh, virus menyebar melalui aliran darah dan biasanya mempengaruhi kelenjar parotis, meskipun organ lain seperti pankreas, otak, dan testis (pada pria dewasa) juga bisa terinfeksi.

 

Komplikasi Mumps


Meskipun gondongan pada umumnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang gejalanya menimbulkan komplikasi. Berikut ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini.

  • Orkitis: peradangan pada salah satu atau kedua testis.
  • Ovoritis: peradangan pada salah satu atau kedua indung telur.
  • Ensefalitis atau meningitis: peradangan otak atau selaput otak.
  • Pankreatitis: peradangan pada pankreas.
  • Peradangan ginjal: menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih yang kental dalam jumlah yang banyak.
  • Peradangan sendi: menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.


Diagnosis Mumps


Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeriksaan fisis, termasuk keterangan adanya kontak dengan penderita penyakit gondong 2-3 minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan hasil laboratorium air kencing (urin) dan darah.


Pemeriksaan Laboratorium Mumps


Sekurang-kurangnya ada 3 uji serum (serelogik) untuk membuktikan spesifik mumps antibodies:
  • complement fixation antibodies (CF)
  • hemaglutination inhibitor antibodies (HI)
  • virus neutralizing antibodies (NT)

 

Pengobatan Mumps


Tidak ada pengobatan spesifik yang dapat mengatasi infeksi mumps karena itu adalah infeksi virus. Pengobatan biasanya bersifat simptomatik yaitu mengatasi gejala yang muncul, yaitu:

  • Dapat menggunakan obat pereda panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya paracetamol dan sejenisnya. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki risiko terjadinya Sindrom Reye (pengaruh aspirin pada anak-anak).
  • Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani istirahat berbaring di tempat tidur. Jika terjadi rasa nyeri, dapat dikurangi dengan melakukan kompres es pada area testis yang membengkak.

 

Pencegahan Mumps


Cara terbaik untuk mencegah penyakit gondongan adalah dengan vaksinasi. Kebanyakan orang memiliki 
kekebalan setelah mereka divaksinasi sepenuhnya. Vaksin yang biasanya diberikan merupakan vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) yang melindungi 3 penyakit sekaligus: campak, gondong, dan rubella. Dua dosis vaksin MMR sebelum anak masuk sekolah atau pada usia 12-15 bulan atau 4-6 tahun.

Individu yang tidak perlu divaksin adalah mereka yang:
  • Sudah mendapatkan dua dosis vaksin MMR setelah usia 12 bulan.
  • Sudah mendapatkan satu dosis vaksin MMR setelah usia 12 bulan dan tidak berisiko tinggi terkena campak/gondok.
  • Sudah melakukan tes darah dan menunjukkan kebal terhadap campak, gondok, dan rubella.
  • Orang yang memiliki alergi berat terhadap antibiotik neomisin atau komponen lain dari vaksin MMR.
  • Wanita hamil atau yang berencana hamil empat minggu ke depan.
  • Orang dengan sistem kekebalan rendah.

Vaksin MMR ini sangat aman dan efektif, tetapi ada beberapa efek samping yang mungkin terjadi akibat vaksin ini seperti demam ringan, ruam, atau nyeri sendi. Walaupun jarang, anak-anak yang mendapatkan vaksin MMR mungkin dapat mengalami kejang yang disebabkan oleh demam, tetapi bukan merupakan masalah jangka panjang.

BATUK REJAN (PERTUSIS): PENYEBAB, GEJALA, & CARA MENGOBATINYA

 

Pasien Batuk Rejan
Penyakit batuk rejan atau batuk seratus hari atau pertusis (bahasa Inggris: whooping caugh), adalah salah satu penyakit menular. Di dunia, konon telah terjadi sekitar 30-50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun, dan 90% kasus ini terjadi di negara berkembang. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang batuk rejan, mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini.

Apa itu Batuk Rejan (Pertusis)?


Pertusis, whooping caugh, atau batuk rejan adalah penyakit pada saluran pernapasan dan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa mengancam nyawa. Khususnya bila terjadi pada bayi dan anak-anak.

Batuk rejan bisa dikenali dengan rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Biasanya, batuk ini sering diawali dengan bunyi tarikan napas panjang melengking khas yang terdengar mirip “whoop”. Penyakit ini dapat meneyebabkan penderita sulit napas.

Batuk rejan adalah penyakit yang berbeda dengan tuberkulosis (TBC). Selain disebabkan oleh jenis bakteri yang berbeda, tuberkulosis biasanya akan menyebabkan batuk yang lebih dari dua minggu, keringat di malam hari, penurunan berat badan yang signifikan, dan bisa disertai dengan batuk darah. Sementara, batuk rejan tidak demikian.

Apa Penyebab Batuk Rejan?


Bakteri Bordetella pertussis yang menyebar melalui udara merupakan salah satu penyebab batuk rejan. Bakteri ini masuk dan kemudian menyerang saluran napas, seperti hidung, mulut, dan tenggorokan yang kemudian melepaskan racun. Penyebaran penyakit ini akan berlangsung 3 minggu setelah batuk dimulai. Biasanya, bakteri menular melalui percikan air liur (droplet) batuk dari pasien yang terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yang tidak mempunyai kekebalan tubuh.

Bakteri Bordetella Pertussis













Racun yang dilepaskan oleh bakteri tersebut akan menyebabkan pembengkakan saluran pernapasan. Saluran napas yang membengkak dapat membuat penderita harus menarik napas dengan kuat melalui mulut karena sulitnya bernapas. Bakteri yang memasuki lapisan saluran udara akan berkembang dan menghasilkan lendir. Ketika lendir menumpuk, tubuh berusaha mengeluarkannya melalui batuk yang terus-menerus.

Apa Gejala Batuk Rejan? 


Gejala batuk rejan dapat muncul antara 7 hingga 21 hari setelah bakteri Bordetella pertussis masuk ke dalam saluran pernapasan. Gejala batuk rejan ini secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
  1. Tahap Awal (Fase Kataralis): Pada tahap ini, gejala yang muncul masih termasuk ringan, seperti bersin-bersin, hidung berair dan tersumbat, mata berair, radang tenggorokan, batuk ringan, hingga demam. Tahap ini bisa berlangsung hingga 2 minggu, dan di tahap inilah, pengidap batuk rejan berisiko menularkan virusnya ke orang-orang di sekelilingnya.
  2. Tahap Lanjut (Fase Paroksimal): Tahap ini ditandai dengan meredanya semua gejala flu, tetapi batuk justru bertambah parah dan tidak terkontrol. Di tahap ini, terjadi batuk keras terus menerus yang diawali tarikan napas panjang lewat mulut. Setelah serangan batuk, bayi dan anak-anak yang mengalami batuk rejan dapat mengalami muntah serta tubuh mengalami kelelahan. Tahap ini bisa berlangsung sekitar 2 hingga 4 minggu atau lebih.
  3. Tahap Pemulihan (Fase Konvalesen): Pada tahap ini, tubuh penderita boleh jadi mulai membaik. Namun, gejala batuk rejan tetap ada, bahkan bisa jadi batuk menjadi lebih keras daripada biasanya. Tahap pemulihan ini bisa bertahan hingga 2 bulan atau lebih, tergantung dari pengobatan.

 

Apa Faktor Risiko Batuk Rejan? 


Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya 
pertusis adalah sebagai berikut.
  • Berusia di bawah 1 tahun atau di atas 65 tahun
  • Belum menjalani vaksinasi pertusis (DPT)
  • Memiliki riwayat asma
  • Tinggal atau mengunjungi daerah dengan wabah pertusis
  • Obesitas
  • Sedang hamil
  • Melakukan kontak dengan penderita pertusis

 

Apa Komplikasi Batuk Rejan?


Batuk rejan tidak hanya mengganggu sistem pernapasan pada penderitanya, tetapi juga dapat menimbulkan komplikasi, diantaranya:
  • Kejang: Batuk rejan dapat mengganggu jalan napas sehingga otak kekurangan oksigen dan berakhir dengan kejang.
  • Pneumonia pada paru: Mengingat batuk rejan adalah penyakit pada saluran napas, maka 10% penderitanya mengalami pneumonia. Untuk memastikan hal ini, diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan rontgen toraks guna melihat kondisi paru-paru.
  • Tekanan intratekal pada tubuh: Tekanan yang meningkat saat batuk rejan akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut sehingga beberapa organ dapat keluar dari kantong pembungkusnya, seperti hernia.
  • Patah tulang rusuk: Batuk yang terus-menerus bisa menyebabkan cedera fisik, termasuk patah tulang rusuk pada orang dewasa.


Bagaimana Mengobati Batuk Rejan?


Penderita batuk rejan hendaknya tidak sembarangan mengonsumsi obat batuk rejan yang dijual bebas di pasaran. Mengapa? Sebab, obat yang dijual di pasaran belum tentu bisa meredakan gejala batuk rejan dengan baik. Oleh karenanya, penting bagi penderita batuk rejan berkonsultasi dan berobat secara langsung pada dokter.

 
Penting diketahui, ada perbedaan penanganan terhadap pasien bayi dan anak-anak dengan pasien usia remaja dan dewasa. Bayi dan anak yang mengalami batuk rejan biasanya akan di tempatkan di ruang isolasi untuk menghindari penyebaran infeksi. Sementara, pada pengidap remaja dan dewasa, batuk rejan biasanya dapat ditangani di rumah dengan mengonsumsi antibiotik yang diberikan dokter.
 
Pengobatan utama yang diberikan pada penderita batuk rejan (bayi dan anak-anak) ialah antibiotik untuk melawan bakteri penyebab infeksi. Pemberian obat akan dilakukan dokter untuk mengatasi peradangan pada saluran napas. Obat tersebut dapat diberikan melalui infus atau langsung. Sungkup oksigen juga dapat diberikan untuk membantu pernapasan.
 
Bayi dan anak-anak dengan batuk rejan yang cukup parah biasanya berisiko mengalami kerusakan paru-paru. Oleh karena itu, penanganan klinis di rumah sakit akan berkonsentrasi pada pemakaian alat bantu pernapasan (ventilasi) dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah mereka dengan obat-obatan.

Sementara itu, beberapa langkah perawatan yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah untuk membantu memaksimalkan pengobatan batuk rejan adalah:
  • Mencukupi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi.
  • Istirahat yang cukup.
  • Menyesuaikan porsi makan, seperti makan dengan porsi lebih kecil namun sering.
  • Cuci tangan secara rutin.
  • Menutup mulut dan hidung atau menggunakan masker saat batuk atau bersin.
  • Menggunakan humidifier agar kebersihan udara tetap terjaga.


Bagaimana Mencegah Batuk Rejan?


Penting Anda ketahui, cara terbaik untuk mencegah batuk rejan ialah dengan mendapatkan vaksinasi pertusis. Biasanya, vaksin ini diberikan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, polio (vaksin DPT) dan Hib. 

Ibu hamil ternyata perlu juga mendapatkan vaksinasi pertusis. Mendapatkan vaksinasi pertusis saat hamil niscaya membantu melindungi bayi terserang batuk rejan pada minggu-minggu awal usai kelahiran. Vaksinasi pertusis akan ditawarkan pada semua wanita hamil saat usia kehamilan mereka antara 28-38 minggu.

 
Selain pada ibu hamil dan bayi, vaksinasi pertusis tambahan (booster) harusnya diberikan karena fungsi perlindungannya cenderung melemah. Vaksinasi tambahan ini bisa diberikan ketika kekebalan vaksin pertusis melemah, mulai saat seseorang berusia 11 tahun. Maka, usia tersebut menjadi waktu yang tepat untuk mendapatkan booster vaksinasi pertusis.


Beberapa jenis vaksin tetanus dan difteri yang diberikan secara berkala setiap 10 tahun sekali juga memiliki fungsi untuk melindungi dari batuk rejan. Vaksin jenis ini juga mengurangi risiko untuk menularkan batuk rejan kepada bayi.