 |
Pasien Batuk Rejan
|
Penyakit batuk
rejan atau batuk seratus hari atau pertusis (bahasa Inggris: whooping caugh),
adalah salah satu penyakit menular. Di dunia, konon telah terjadi sekitar 30-50
juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data dari
WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun, dan 90%
kasus ini terjadi di negara berkembang. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
batuk rejan, mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Apa itu Batuk Rejan (Pertusis)?
Pertusis, whooping caugh, atau
batuk rejan adalah penyakit pada saluran pernapasan dan paru-paru yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa
mengancam nyawa. Khususnya bila terjadi pada bayi dan anak-anak.
Batuk rejan bisa dikenali dengan
rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Biasanya, batuk ini
sering diawali dengan bunyi tarikan napas panjang melengking khas yang
terdengar mirip “whoop”. Penyakit ini dapat meneyebabkan penderita sulit
napas.
Batuk rejan adalah penyakit yang berbeda
dengan tuberkulosis (TBC). Selain disebabkan oleh jenis bakteri
yang berbeda, tuberkulosis biasanya akan menyebabkan batuk yang lebih dari dua
minggu, keringat di malam hari, penurunan berat badan yang signifikan, dan bisa
disertai dengan batuk darah. Sementara, batuk rejan tidak
demikian.
Apa
Penyebab Batuk Rejan?
Bakteri Bordetella
pertussis yang menyebar melalui udara merupakan salah satu penyebab batuk rejan.
Bakteri ini masuk dan kemudian menyerang saluran napas, seperti hidung, mulut,
dan tenggorokan yang kemudian melepaskan racun. Penyebaran penyakit ini akan
berlangsung 3 minggu setelah batuk dimulai. Biasanya, bakteri menular melalui
percikan air liur (droplet) batuk dari pasien yang terkena penyakit ini
dan kemudian terhirup oleh orang sehat yang tidak mempunyai kekebalan tubuh.
 |
Bakteri Bordetella Pertussis |
Racun yang dilepaskan oleh bakteri
tersebut akan menyebabkan pembengkakan saluran pernapasan. Saluran napas yang
membengkak dapat membuat penderita harus menarik napas dengan kuat melalui
mulut karena sulitnya bernapas. Bakteri yang memasuki lapisan saluran udara
akan berkembang dan menghasilkan lendir. Ketika lendir menumpuk, tubuh berusaha
mengeluarkannya melalui batuk yang terus-menerus.
Apa Gejala Batuk Rejan?
Gejala batuk rejan dapat muncul antara 7
hingga 21 hari setelah bakteri Bordetella pertussis masuk ke dalam
saluran pernapasan. Gejala batuk rejan ini secara umum dapat dibagi menjadi
tiga tahapan, yaitu:
- Tahap Awal (Fase Kataralis): Pada tahap ini, gejala yang muncul masih termasuk ringan, seperti
bersin-bersin, hidung berair dan tersumbat, mata berair, radang tenggorokan,
batuk ringan, hingga demam. Tahap ini bisa berlangsung hingga 2 minggu, dan di
tahap inilah, pengidap batuk rejan berisiko menularkan virusnya ke orang-orang
di sekelilingnya.
- Tahap Lanjut (Fase Paroksimal): Tahap ini ditandai dengan meredanya semua gejala flu, tetapi batuk justru
bertambah parah dan tidak terkontrol. Di tahap ini, terjadi batuk keras terus
menerus yang diawali tarikan napas panjang lewat mulut. Setelah serangan batuk,
bayi dan anak-anak yang mengalami batuk rejan dapat mengalami muntah serta
tubuh mengalami kelelahan. Tahap ini bisa berlangsung sekitar 2 hingga 4 minggu
atau lebih.
- Tahap Pemulihan (Fase Konvalesen): Pada tahap ini, tubuh penderita boleh jadi mulai membaik. Namun, gejala
batuk rejan tetap ada, bahkan bisa jadi batuk menjadi lebih keras daripada
biasanya. Tahap pemulihan ini bisa bertahan hingga 2 bulan atau lebih,
tergantung dari pengobatan.
Apa
Faktor Risiko Batuk Rejan?
Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya pertusis adalah sebagai
berikut.
- Berusia di bawah 1 tahun atau di atas 65 tahun
- Belum menjalani vaksinasi pertusis (DPT)
- Memiliki riwayat asma
- Tinggal atau mengunjungi daerah dengan wabah
pertusis
- Obesitas
- Sedang hamil
- Melakukan kontak dengan penderita pertusis
Apa
Komplikasi Batuk Rejan?
Batuk rejan tidak hanya mengganggu sistem pernapasan pada penderitanya, tetapi juga dapat menimbulkan komplikasi, diantaranya:
- Kejang: Batuk
rejan dapat mengganggu jalan napas sehingga otak kekurangan oksigen dan
berakhir dengan kejang.
- Pneumonia pada paru: Mengingat
batuk rejan adalah penyakit pada saluran napas, maka 10% penderitanya mengalami
pneumonia. Untuk memastikan hal ini, diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rontgen toraks guna melihat kondisi paru-paru.
- Tekanan intratekal pada tubuh: Tekanan
yang meningkat saat batuk rejan akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut
sehingga beberapa organ dapat keluar dari kantong pembungkusnya, seperti
hernia.
- Patah tulang rusuk: Batuk yang terus-menerus bisa menyebabkan cedera fisik, termasuk patah tulang rusuk pada orang dewasa.
Bagaimana
Mengobati Batuk Rejan?
Penderita batuk rejan hendaknya tidak
sembarangan mengonsumsi obat batuk rejan yang dijual bebas di pasaran. Mengapa?
Sebab, obat yang dijual di pasaran belum tentu bisa meredakan gejala batuk
rejan dengan baik. Oleh karenanya, penting bagi penderita batuk rejan
berkonsultasi dan berobat secara langsung pada dokter.
Penting diketahui, ada perbedaan
penanganan terhadap pasien bayi dan anak-anak dengan pasien usia remaja dan
dewasa. Bayi dan anak yang mengalami batuk rejan biasanya akan di tempatkan di
ruang isolasi untuk menghindari penyebaran infeksi. Sementara, pada pengidap
remaja dan dewasa, batuk rejan biasanya dapat ditangani di rumah dengan
mengonsumsi antibiotik yang diberikan dokter.
Pengobatan utama yang diberikan pada
penderita batuk rejan (bayi dan anak-anak) ialah antibiotik untuk melawan bakteri
penyebab infeksi. Pemberian obat akan dilakukan dokter untuk mengatasi
peradangan pada saluran napas. Obat tersebut dapat diberikan melalui infus atau
langsung. Sungkup oksigen juga dapat diberikan untuk membantu pernapasan.
Bayi dan anak-anak dengan batuk rejan
yang cukup parah biasanya berisiko mengalami kerusakan paru-paru. Oleh karena
itu, penanganan klinis di rumah sakit akan berkonsentrasi pada pemakaian alat
bantu pernapasan (ventilasi) dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan
tekanan darah mereka dengan obat-obatan.
Sementara itu, beberapa langkah
perawatan yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah untuk membantu
memaksimalkan pengobatan batuk rejan adalah:
- Mencukupi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah
dehidrasi.
- Istirahat yang cukup.
- Menyesuaikan porsi makan, seperti makan dengan
porsi lebih kecil namun sering.
- Cuci tangan secara rutin.
- Menutup mulut dan hidung atau menggunakan masker
saat batuk atau bersin.
- Menggunakan humidifier agar kebersihan
udara tetap terjaga.
Bagaimana
Mencegah Batuk Rejan?
Penting Anda ketahui, cara terbaik
untuk mencegah batuk rejan ialah dengan mendapatkan vaksinasi pertusis.
Biasanya, vaksin ini diberikan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, polio
(vaksin DPT) dan Hib.
Ibu hamil ternyata perlu juga
mendapatkan vaksinasi pertusis. Mendapatkan vaksinasi pertusis saat hamil
niscaya membantu melindungi bayi terserang batuk rejan pada minggu-minggu awal
usai kelahiran. Vaksinasi pertusis akan ditawarkan pada semua wanita hamil saat
usia kehamilan mereka antara 28-38 minggu.
Selain pada ibu hamil dan bayi,
vaksinasi pertusis tambahan (booster) harusnya diberikan karena fungsi
perlindungannya cenderung melemah. Vaksinasi tambahan ini bisa diberikan ketika
kekebalan vaksin pertusis melemah, mulai saat seseorang berusia 11 tahun. Maka,
usia tersebut menjadi waktu yang tepat untuk mendapatkan booster
vaksinasi pertusis.
Beberapa jenis vaksin tetanus dan difteri
yang diberikan secara berkala setiap 10 tahun sekali juga memiliki fungsi untuk
melindungi dari batuk rejan. Vaksin jenis ini juga mengurangi risiko untuk menularkan
batuk rejan kepada bayi.